ELEGI BUMI
Bising..
Di telingaku ini lirih berdenging,
Ratapan kehidupan yang semakin mengering,
Keluhan bumi yang meretak dalam hening.
Apa dayaku..?
Hatiku pun sakit dan pilu..
Dan meskipun aku bagian dari semesta kecil ini,
Aku tak mampu memanggil hujan atau menyembunyikan mentari.
Perlukah aku memberitahu dunia..
Kelaparan dan kemarahan para primata hutan?
Apakah aku harus menyalahkan manusia..
Saat tidak ada lagi yang tersisa untuk para hewan?
Tidak..
Sebab manusia pun sama menderitanya..
Berkubang di dalam lumpur dan air rawa..
Bertahan di antara rasa gatal dan serangan serangga.
Tapi mengapa aku begitu marah..?
Mengapa getirku membuncah tanpa arah..?
Padahal ini hanyalah evolusi alami,
Sebuah proses menyingkirkan dan mengeleminasi.
Namun evolusi pun menuntut pengorbanan,
Mengubah yang mampu bertahan,
Atau mengancam dengan kepunahan,
Bagi kehidupan yang tidak sanggup menghalau kematian.
Tapi seimbangkah semua ini..?
Dulu dunia begitu kaya meskipun sepi..
Dan ketika para manusia terbangun dari mimpi..
Tiba-tiba bumi menjadi miskin di dalam raungan industri.
Haruskah kita menyingkirkan setiap dedaunan yang menyelimuti musim panas,
Demi istana-istana megah, mobil-mobil mewah, dan kenyamanan berkelas?
Haruskah kita mengorbankan darah hewan-hewan penjaga musim semi,
Atas nama kemanusiaan, kreativitas, dan seni?
Haruskah kepulan asap hitam menghapus jejak mentari pagi,
Demi simbol, tahta, gelar, sosialisasi dan materi?
Haruskah rerumputan dan bunga violet liar mengalah dalam iri,
Demi aspal-aspal kelabu dan rel-rel kereta api?
Pada akhirnya nanti..
Mungkin manusia harus berdiri sendiri..
Menghirup udara dan menegak air berpolusi..
Menghadapi kematian dan eleminasi dini..
Aku tidak ingin memaki ataupun mengumbar ironi,
Namun aku pun tak bisa berpura-pura tuli.
Sebab satu per satu suara kehidupan mulai menghilang dalam ajal,
Lenyap di balik kepulan asap hitam dan pisau para penjagal.
[16 September 2011]
Ini satu karya lagi dari Adenium Halliwell (Dinda) yang sedikit berbeda, temanya masih tetap mengenai kekecewaan namun dengan setting alam, Dinda mencoba untuk memilah satu persatu persoalan alam melalui celah-celah kata dalam puisi. Seolah jiwanya memberontak ingin menghentikan masalah alam ini. Inspiratif Puisi Alam tidak tertutup kemungkinan sebagai bagian dari persoalan atau problema yang sedang kita hadapi atau mungkin juga bagian dari inspirasi solusi yang kita butuhkan. Seperti juga Penyair terkenal Kahlil Gibran mengungkapkan kekesalannya pada kondisi alam akibat ulah manusia melalui bait bait puisinya sebagai berikut:
Aku mendengar anak sungai merintih bagai seorang janda yang menangis meratapi kematian anaknya dan aku kemudian bertanya,
“Mengapa engkau menangis, sungaiku yang jernih?’
Dan sungai itu menjawab,
‘Sebab aku dipaksa mengalir ke kota tempat Manusia merendahkan dan mensia-siakan diriku dan menjadikanku minuman-minuman keras dan mereka memperalatkanku bagai pembersih sampah,
meracuni kemurnianku dan mengubah sifat-sifatku yang baik menjadi sifat-sifat buruk.”
Dan aku mendengar burung-burung menangis,
dan aku bertanya,
“Mengapa engkau menangis, burung-burungku yang cantik?”
Dan salah satu dari burung itu terbang mendekatiku,
dan hinggap di hujung sebuah cabang pohon dan berkata,
“Anak-anak Adam akan segera datang di ladang ini dengan membawa senjata-senjata pembunuh dan menyerang kami seolah-olah kami adalah musuhnya.
Kami sekarang terpisah di antara satu sama yang lain,
sebab kami tidak tahu siapa di antara kami yang bisa selamat dari kejahatan Manusia.
Ajal memburu kami ke mana pun kami pergi.
“Kini, matahari terbit dari balik puncak pergunungan, dan menyinari puncak-puncak pepohonan dengan rona mahkota.
Kupandangi keindahan ini dan aku bertanya kepada diriku sendiri,
‘Mengapa Manusia mesti menghancurkan segala karya yang telah diciptakan oleh alam?
-kahlil gibran-
Allah menciptakan alam, bumi sebagai tempat tinggal dan tempat hidup makhluknya dengan penuh rahmat, semua isinya dapat diolah dan dimanfaatkan manusia sebaik-baiknya untuk kemaslahatan, namun ada saja sebagian kaum yang tidak memperdulikan ini dan terus melakukan kerusakan baik disadari atau tidak, tidak jarang mereka menganggap diri telah melakukan perbaikan di bumi padahal justru membuat kerusakan dimuka bumi, Allah melarang ummatnya berbuat kerusakan karena peran manusia sebahai khalifah di bumi.
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahma Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu. Maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanam-tanamannya tumbuh dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami)bagi orang-orang yang bersyukur.” (QS Al A’raf : 56-58)
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar