Rabu, 09 November 2011

SUFI KONTEMPORER


Dari : www.alumnialamien.com
Kreatifitas kawula sufi sering kali terlihat klasik dan eksklusif, mungkin dikarenakan merode tasawuf yag identik menyendiri dari kehidupan sosial. Seorang sufi harus memadatkan aktifitas sehari-harinya hanya untuk kepentingan spiritual semata. Persepsi semacam ini sudah beredar kemana-mana, dan inilah yang membuat tasawuf menjadi kontroversial. Persepsi keliru diatas sebetulnya telah dikikis sejumlah ilmuwan dan sejarawan, sehingga tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa tasawuf bukan merupakan sekte independent yang berpisah dari islam, melainkan sebagai jalan islam seutuhnya yang bila dilalui, maka akan mengantarkan seorang muslim sejati kearah yang lebih revival. Dr. Alwi Shihab dalam buku Islam Sufitik-nya memberi contoh konkrit bahwa Islam sufistik adalah Islam pertama yang masuk ke bumi Nusantara, bukan hanya itu, tetapi juga pengaruh positifnya masih bereaksi secara efektif Indonesia hingga kini.
Kaum sufi itu ibarat pakar psikologi yang menjelajahi segenap penjuru negeri, demi menebarkan kepercayaan Islam. Dari kemampuan memahami spirit Islam hingga dapat berbicara sesuai dengan kapasitas (teologi dan kultur) audiensnya itulah, kaum sufi kemudian melakukan modifikasi adat istiadat dan tradisi setempat sedemikian rupa, agar tidak kontra dengan prinsip-prinsip dasar Islam. Dengan kearifan dan cara pengajaran yang baik tersebut, mereka berhasil membumikan kalam Tuhan sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw.
Misalnya, mengalihkan kebiasaan bergadang penduduk yang diisi degan upacara ritual tertentu, saat itu menjadi sebuah halaqah dzikir. Dengan kearifan serupa, para da'i membolehkan musik tradisional gamelan yang merupakan seni kebanggaan kebudayaan klasik Indonesia. Dan paling digemari orang jawa untuk mengiringi lagu-lagu pujian kepada sang junjungan alam, Rasulullah Sayyidina Muhammad Saw.
Tasawuf berperan besar dalam menentukan arah dan dinamika kehidupan masyarakat. Kehadirannya meski sering menimbulkan kontroversi, namun realita yang membuktikan bahwa tasawuf memiliki pengaruh tersendiri dan layak diperhitungkan dalam upaya menuntaskan problem-problem kehidupan sosial yang senantiasa berkembang mengikuti gerak dinamikanya.
Abdul Hadi Widji Muthari dalam artikelnya Keberadaan Tasawuf, Relevansinya di Nusantara turut menyatakan, bahwa pengaruh tasawuf sudah amat besar sejak awal sejarah Islam. Pernyataan serupa telah diungkap ribuan ilmuwan terdahulu dalam buku-buku mereka. Penulis heran, mengapa masih saja banyak otak dan hati yang anti tasawuf di Indonesia?. Banyak sebab rasional yang bisa diperkirakan, diantaranya pengaruh doktrin-doktrin wahabi yang masih buta terhadap esensi ajaran tasawuf, atau karena melihat klasikisme metode tasawuf yang kasar mata tidak relevan lagi di zaman modern ini.
Mungkin saja benar, sejumlah leluhur sufi terdahulu gemar menyendiri jauh dari kehidupan sosial, tidak makan, tidak berbicara dan tidak pula tidur. Gaya hidup semacam itu memang merupakan jalan pasti menuju sebuah kemunduran, keter belakangan, bahkan penderitaan. Tetapi kita tidak boleh menatap dengan sebelah mata saja, karena lingkungan saat itu mungkin saja menuntut gaya tersebut. yang terpenting saat ini ialah, modernisasi tasawuf telah dilakukan secara sistematis oleh para sufi kontemporer, dimana arus-arus kehidupan sosial modern dapat dihadapi dengan baik tanpa kehilangan nilai-nilai spirit yang telah dituntun Allah Swt. Dan Rasul-Nya Saw. Imam Syihabuddin As-Suhrawadi justru menyarakan, Tasawuf sebetulnya tidak berhubungan dengan kefakiran, bahkan berakhirnya sebuah kefaqiran merupakan langkah awal untuk bertasawuf. Sebab zuhud yang sesungguhnya adalah bersikap 'iffah ketika berpelukan dengan realitas dunia, bukan menjauhi urusan dunia sejauh-jauhnya. Zuhud, jelas para ulama juga, adalah meletakkan dunia di tangan, dan tidak menyemayamkannya dihati.

Adapaun empat gaya hidup sufi, 'Uzlah (menyendiri), Samt (diam), Ju' (lapar), Sahr (Bergadang), yang telah dideklarasikan para leluhur tasawuf terdahulu, pada zaman ini sudah tidak relevan lagi. Bayangkan saja, seseorang menyendiri di tempat yang jauh dari kehidupan manusia, kemudian disana ia hanya kelaparan, tidak boleh berbicara, dan tidak boleh tidur,bagaimakah gerangan nasibnya ?
Apa kata orang terhadapnya dan terhadap tasawuf dan Islam umumnya? Lantas pada zaman ini apakah keempat gaya hidup itu dapat diimplementasikan? Kita lihat bagaimana Islam dengan tasawuf modernnya mengindahkan tuntunannya dalam menjalani hidup ala empat gaya diatas :

Pertama, 'Uzlah (menyendiri). Seorang sufi dapat hidup ditengah-tengah masyarakat yang berwarna-warni dengan meng-'uzlahkan hatinya bersama Allah Swt, dimana orang-orang sekitarnya hidup dalam kelalaian, sedang ia tetap teguh menyebut nama Allah siang dan malam. Itulah 'uzlah yang sesungguhnya, bukan menjauhi kehidupan bermasyarakat, akan tetapi meninggalkan kekejian dan perbuatan maksiat.
Kedua, Samt (diam). Seorang sufi yang progresif akan selalu memprioritaskan berkata baik daripada diam sribu bahasa, sebagaimana titah Rasul Saw:

من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فاليقل أو ليصمت
Barang Siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah dia berkata baik atau diam saja.

Hadits ini jelas memposisikan berkata baik pada urutan pertama sebelum diam saja.

Ketiga, Ju' (lapar). Seorang sufi dapat melakukan puasa sunnat sesering mungkin tanpa harus menahan lapar secara penuh dan total, sebab Islammenganjurkan puasa yang wajar, bukan menahan lapar secara bablas dan berlebihan. Rasulullah Saw bersabda :

لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك
Bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi disisi Allah daripada aroma kasturi.

Hadis ini berbicara tentang kelebihan orang yang berpuasa secara normal, bukan yang sengaja melaparkan diri siang dan malam.
Keempat, Sahr (Bergadang). Seorang sufi dapat tidur dan istirahat secara teratur demi kelancaran ibadah dan aktifitasnya sehari-hari, tanpa mengabaikan nilai-nilai spirit yang diharapkan. Imam Syafi'i dalam sebuah kisah diriwayatkan, bahwa beliau ternyata kuat tidur tetapi selalu memimpikan Rasulullah Saw. Sungguh, itu lebih baik dan lebih diharapkan, daripada bergadang tetapi pikirannya kemana-mana dan tidak dapat apa-apa.
Diceritakan tatkala Imam Baihaqi al-Husain Ra. Berkhalwat panjang di rumah beliau, sementara orang-orang berhajat sudah lama menantikan disekitar rumah, lalu Imam al-Hasan Ra. Melewatirumah saudaranya itu dan menyaksikan berapa berhajatnya orang-orang miskin disekitar. Imam al-Hasan kemudian mengirinkan sebuah surat yang berbunyi :

إن احتياج النّاس عليكم فلا تملوها فتعود نقما
Sesungguhnya kebutuhan orang kepadamu adalah nikmat Allah untukmu, maka janganlah kau abaikan agar nikmat itu tidak berubah menjadi malapetaka.

Maka keluarlah Imam al-Husain memenuhi hajat mereka seraya berjanji untuk tidak mengendiri lagi selagi ada yang berhajat kepadanya.
Itulah suri tauladan yang mulia bagi tarekat-tarekat sufi di Mesir, dimana banyak pengikutnya terdiri dari orang-orang bersumber daya tinggi dan berloyalitas penting terhadap agama, bangsa, maupun dunia. Apa yang penulis peroleh sepanjang pembelajaran di Mesir berkesimpulan, bahwa ajaran tasawuf sebetulnya tidak memerlukan purifikasi, akan tetapi sudah mengalir secara alami dalam jiwa-jiwa mayoritas muslim di Mesir. Sebab melalui tasawuf, seseorang akan terlatih untuk menggantungkan cintanya kepada Allah Swt, Rasul dan Ahl al-Bait dalam setiap nafas dan kesehariannya. Ia akan rutin meningkatkan kecerdasan spiritualnya secara tepat melalui dzikir, Shalawat, wirid, dan do'a, sehingga aktifitas sehari-harinya menjadi lebih indah untuk dijalani dengan hasil yang tentunya lebih memuaskan ruhani, tiada lain karena ia senantiasa dibawah naungan dan lindungan Sang Ilahi Robbi.
Dalam menjalankan aktifitas sehari-hari, seorang sufi akan selalu kebal dari tipuan-tipuan duniawi, sebab ia meyakini eksistensi kekuatan mistik yang mempengaruhi perputaran roda kehidupan ini. Ia percaya bahwa Sang Tuhan masih dan akan tetap mengawasinya sepanjang usia alam. Dari itu, hubungan-hubungan mesra mulai terjalin bersama para wali untuk lebih memudahkan pengasahan sekaligus pengasuhan spiritualnya. Para wali itu mendidik dengan hati nurani, sehingga intelektualitas seorang murid turut menjadi lebih bersih dan rapih hal inilah yang menjadi rahasia abstrak mengapa kaum sufi menjadi komunitas nomor satu di dunia dan juga di akhirat nanti.
Akar kontroversi sufi juga terletak pada aktivitas-aktivitas ritualnya, semisal berdzikir berjama'ah, membaca hizib-hizib para wali, membaca wirid-wirid harian yang lafadz maupun bilangannya non-ma'sur, tabarruk, sama' atau insyad menggunakan alat musik yang diiringi tarian bernuansa khas perayaan maulid, dan lain sebagainya. Banyak yang masih berat menerimanya, belum lagi ajaran-ajaran eksklusif dan kepercayaan-kepercayaan khusus serta penafsiran-penafsiran sufistik yang diyakini dan diaplikasikan secara tampil beda. Semua itu sudah terjawab oleh ulama tasawuf klasik maupun kontemporer, sebagai bukti bahwa intelektualisme akan lebih cerdas bila didukung oleh spiritualisme yang kuat dan kokoh.
Melalui pendidikan sufi yang konstruktif, seseorang akan menemukan jati dirinya, dan menyadari bahwa banyak hal yang belum diketahuinya, ia menyadari jiwanya telah kehilangan banyak hal, dan telah diselimuti beraneka nafsu. Ia telah menjauh dari kebutuhan batinnya sendiri. Namun melalui tasawuf, dan ia mulai memperoleh banyak solusi atas segala problematika hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat sana.

Seorang kolumnis dan pengamat politik ternama Mesir, Adel Hamouda, sempat beranggapan bahwa kelompok sufi adalah kelompok yang kolot, terbelakang, miskin, bodoh, pengangguran, malas, kotor, suka bertahayul, tidak berfikir, dan tidak sosialis. Akan tetapi setelah menjumpai tokoh sufi kontemporer bernama Syeikh Mukhtar 'Ali Muhammad Ad Dusuqi. Maka anggapan keliru itu seketika berubah drastis, karena beliau seorang guru sufi yang kaya ilmu sekaligus millioner (kaya harta). Beliaupun memakai kostum resmi masa kini. Hidupnya sungguh elit dan penuh kejayaan. Beliau bersih, gagah, sosialis, kreatif , produktif dan kharismatik. Beliau memiliki proyek yang sangat besar dan maju di bidang pertanian, peternakan, perikanan dan irigasi. Beliau memiliki tanah kelolaan melebihi 500 Ha. Disamping itu semua, beliau seorang sufi handal yang memiliki jutaan murid dari seluruh penjuru dunia. Para ulama Azhar dan dunia pun berbondong-bondong menimba ilmunya.

Demikian ungkap Adel Hamouda dalam tabloid mingguan Al Fajr Mesir edisi 28 Mei 2007, surat kabar Al Ahram Edisi 18 Januari 2003, dan Koran Sawt Al Ummah edisi 4 November 2002, ungkapan realitis itu memberikan contoh seorang sufi progresif yang mengaktfikan kembali kontribusi tasawuf dalam mendamaikan dunia, namun dengan gaya modern dan kontemporer sesuai tuntunan masa. Dimana fakta sudah lama berbicara, bahwa tasawuflah satu-satunya yang memiliki kemampuan dahsyat dan kekuatan ganda tersebut, karena ia senantiasa mengiringi pentunjuk-pentunjuk Al Qur'an dan As Sunnah secara tepat. Di waktu yang sama, ia tidak buta terhadap dinamika realitas yang sudah terlanjur mewarnai dunia.
Layaknya Syeikh Abu al Hasan Asy-Syadzili, sang penggagas Thariqah Syadiliyyah yang selalu mengenakan pakaian mewah, bersih dan rapi, sehingga beliau mendapat kritikan dari seseorang yang mengatakan "Engkau ini bukan seorang sufi, buktinya pakaianmu pakaian boss". Lalu ia menjawab dengan santai : "Aku adalah hamba kepada Tuhan yang kaya, bukan hamba kepada Tuhan yang miskin. Penampilanku ini menunjukkan bahwa Tuhanku kaya, sementara pakaianmu itu menandakan Tuhanmu miskin, ia tidak mampu memberimu pakaian dan makanan." Sungguh benar apa yang di isyaratkan sang Sufi As-Syadzili ra.
Al Qur'an dan as-Sunnah adalah kunci segalanya. Padanya tersembunyi segala-galanya, dan ia tetap berlaku di setiap ruang dan masa, namun sungguh, banyak hal yang masih tersirat dalam kita suci dan sunnag tersebut. Masih ada tingkatan-tingkatan lain pasca Islam. Masih ada Iman dan Ihasan, perjalanan yang sungguh misterius, wujud tasawuf dan Tarekat hanyalah gerbang terbuka bagi para peminat yang siap berjuang menjadi muslim, mukmin sekaligus muhsini progresif yang sukses duniawi wa ukhrawi.


Fagani Faishal

-  Syeikh 'Abdullah al Yafi'I, Nasyr al Mahgasin al Galuyah ,hlm 403.
-  HR. Al Bukhari dan Muslim
-  HR. Al Bukhari dan Muslim 
-  Adel Hamouda, Lahzel Nour, Surat kabar Sawt Ummah Mesir, Edisi April 2004 
-  Sebagian di ambil dari buku Sabda Sufi, Oleh : Aziz Mawardi, Lc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar