Senin, 28 November 2011

MEMOTRET UNTUK PROMOSI WEBSITE

Oleh: Irman Musafir Sufi
Saya akan ceritakan pengalaman professional pertama saya memotret untuk promosi website, kebetulan di perusahaan saya sedang dilakukan pembaruan website (yang lama sudah jadul) dan memerlukan photo-photo site yang baru, rencana menggunakan photographer local gagal karena beda visi (maksudnya apa coba beda visi, terjemahan sederhananya si photographer tidak tahu apa yang dimau), akhirnya dimintalah saya untuk melakukan pemotretan, karena memang sedang belajar dan ingin mencoba kira-kira saya mampu tidak membuat photo yang bagus akhirnya tawaran ini saya ambil. Lokasi pertama yang saya potret di Muara Badak Kalimantan Timur, disini memang sudah berdiri lama cabang perusahaan namun ada beberapa tambahan bangunan terutama workshop.
Yang saya bayangkan dalam pemotretan untuk tujuan website adalah gambarnya harus menarik minat yang melihat website, diusahakan gambarnya mencerminkan kegiatan perusahaan yang menonjol, agak sulit memang mengingat di lapangan orang-orang sangat sibuk sekali, jadi pada saat awal saya fokuskan ke pemotretan bangunan saja, kesulitan pertama adalah factor cuaca karena untuk pemotretan landscape dan bangunan yang paling cocok adalah pagi hari mulai jam 6.00 s/d jam 9.00 atau sore hari antara pukul 3.00 s/d pukul 6.00, namun pagi hari saya keluar sudah terik matahari atau kadang-kadang hujan, namun Alhamdulillah ada waktu terbaik yang sempat saya abadikan.
Untuk menghindari ataupun mengurangi kegagalan dalam memotret arsitektur, berikut ini ada beberapa tips (dari internet) yang dapat membantu :

1. Sudut pengambilan gambar
Sudut pengambilan gambar sangat menentukan "keberhasilan" sebuah foto. Oleh karena itu bereksperimenlah dari berbagai sudut, kemudian pindah ke tempat lain, sampai menemukan hasil yang memuaskan.

2. Permainan Cahaya dan Bayangan
Sambil bereksperimen dengan poin no.1, perhatikanlah pula pantulan cahaya yang jatuh dan bayangan yang "menghiasi" si bangunan. Sebab permainan cahaya dan bayangan dapat pula menambah daya tarik foto arsitektur Anda. Terkadang permainan cahaya dan bayangan ini sendiri sudah diperhitungkan oleh si arsitektur untuk menambah daya tarik bangunan tersebut. Contohnya: Taj Mahal di India. Bangunan bersejarah ini memang dibangun sesuai dengan pantulan cahaya matahari yang jatuh pada bangunan cantik tersebut, sehingga pada mahatari terbit gradasi yang terjadi pada bangunan tersebut merah dan sejalan dengan pergerakkan matahari, bangunan tersebut memantulkan gradasi cahaya yang berbeda-beda. Sehingga memotret bangunan ini menjadi tantangan bahkan obesesi bagi banyak fotografer.

3. Refleksi bangunan
Jika bangunan terletak pada pinggir danau atau sungai, maka gunakanlah efek ini. Hasil refleksi bangunan yang terpantul pada air dapat memberikan nilai estetika pada foto Anda.

4. Pengambilan Abstrak
Bangunan arsitektur, jika diperhatikan dari beberapa sudut akan terlihat abstrak. Memang jelas ini adalah permainan rancangan dari sang arsitek. Namun dapat pula menambah nilai "wah" pada foto Anda. Biasanya keabstrakkan ini dipadu oleh garis-garis yang saling tumpang tindih. Di sini harus benar-benar diperhatikan, karena terkadang keabstrakkan sebuah bangunan arsitektur dapat pula "mengganggu" hasil foto yang diambil.

5. Permainan dimensi perspektif
Permainan dimensi perspektif dapat pula menonjolkan sebuah bangunan arsitektur. Mungkin kita ingat dengan pelajaran seni gambar di sekolah, dimana kita diberi keterangan untuk menambah nilai dimensi sebuah gambar dengan bantuan garis-garis tertentu. Misalnya dengan bantuan garis horisontal dari sebuah jalanan, ataupun dibantu dengan Vanishing Point. Dimensi perspektif ini dapat membantu menonjolkan obyek arsitektur.

6. Framing
Jika kita memotret sebuah bangunan pada cuaca yang mendukung, biasanya langit pada saat itu menjadi monoton. Oleh karena itu carilah obyek tambahan yang bisa menjadi framing untuk bangunan tersebut, misalnya: ranting, pohon, lampu, dsbnya.

7. Night photography
Pengambilan pada malam hari biasanya akan menonjolkan sebuah bangunan arsitektur, karena biasanya bangunan tersebut akan bermandi cahaya sementara disekelilingnya hitam. Keanggunan bangunan tersebut pun lebih menonjol.

Kemudian mulailah saya cari model untuk memotret kegiatan pekerjaan, sedikit kesulitan saya untuk memilih model dan melakukan pemotretan yang baik supaya tidak muncul narsisme. Foto dan film adalah media yang paling mudah digunakan untuk menyampaikan maksud, tujuan, dan isi dari sebuah kegiatan. Apalagi kalau diambil dari angel (sudut) yang tepat. Akan tetapi, foto dan film juga kadang tidak mengungkapkan satupun dari kegiatan yang digelar jika pengambilannya tidak tepat. Dan yang satu ini sering kali kita jumpai di hampir semua kegiatan yang ada. Yang muncul hanya narsisme belaka atau disebut photo bisu.
Memang sebuah foto tidak mempunyai media suara untuk mengekspresikan suasana yang ada, tapi bukan itu yang dimaksud dengan foto bisu. Foto bisu adalah foto yang tidak bisa menceritakan apa dan bagaimana sebuah kegiatan atau keadaan berlangsung. pun begitu juga dengan film bisu. Penyebab utama dari banyaknya foto bisu yang diambil adalah dorongan dari masing-masing individu yang memfoto dan yang difoto untuk tampil dan menampilkan eksistensinya secara kurang proporsional (kalau tidak boleh dibilang narsis).



Perbedaan yang mendasar antara foto kegiatan yang baik dengan foto bisu adalah komposisi, object dan tujuan dari foto itu sendiri. Fokus dari fotografi kegiatan adalah kegiatan itu sendiri yang merefleksikan siapa pelaku kegiatan, apa yang dikerjakan, dan apa tujuannya. Sedang fotografi bisu lebih kepada penampilan eksistensi dari indvidu ataupun kelompok tertentu. Kebanyakan object foto dalam kategori ini akan cenderung melakukan pose agar dia tampak lebih menarik perhatian sehingga hasil foto kurang natural. 
Foto-foto atau rekaman narsisme seringkali tidak memiliki nilai bila dijadikan sebagai bahan untuk laporan kegiatan. Dan, biasanya akan secara sadar disingkirkan oleh pembuat laporan. Apalagi bila digunakan sebagai media publikasi dan promosi. Jadi saya upayakan untuk menyeimbangkan antara eksistensi model dengan pekerjaannya sendiri supaya seimbang. Hasilnya mungkin belum sempurna namun masing-masing bisa menceritakan apa yang ada didalam kegiatan tersebut. Kalo kata Kang Hendra "Get it right the first time, and let the result tell a stories".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar