Rabu, 14 September 2011

PUISI SUNDA RINA FITRIATI


RINGKANG KALANGKANG
 (Rina Fitriati)

Kunaon ari anjeun?
Dianti-anti, tina sela-sela renghap jeung kereteg kuring,
Anjeun bet cicing,matak samar rasa,samar polah,samar rampa
Luut leet kuring ngudag,tina sesa urat-urat raga,anjeun bet ngabelesat lumpat
Ah boa-boa...jadi loba kainggis,loba karempan
Tapi naha ari anjeun?
Kuring ngalengkah,anjeun milu ngalengkah
Kuring ngaringkang,anjeun milu ngaringkang
Siloka jeung ungkara marakbak minuhan dada
Lelenyapan nyipta-nyipta rasa dina rohang hate,nu guligah pinuh kabungah,bungangang najan aya rasa honcewang
Kamelang lain ukur babasan
Sabab anjeun teh kuring
Rindat anjeun, rindat kuring
Gelenyu anjeun, gelenyu kuring
Baeud anjeun, baeud kuring
Hariwang anjeun, hariwang kuring
Lugina anjeun, lugina kuring
Tibelat anjeun, tibelat kuring
Rasa anjeun, rasa kuring
Asih anjeun, asih kuring
Ringkang anjeun, ringkang kuring


Puisi diatas adalah contoh sebuah puisi sunda yang dirangkai oleh sahabat karib saya seorang penyair dan juga ahli pengobatan dari Cianjur, Rina Fitriati. Pusinya menceritakan tentang kerinduan sang perangkai kata terhadap “kekasih"nya yang selalu "menemani" jalan hidupnya. Kebanyakan puisi yang dibuatnya memang bertemakan cinta dan kerinduan baik terhadap makhluk, alam maupun Sang Pencipta. Dalam puisi-uisinya mengisyaratkan tentang pandangannya tentang cinta yang ia umpamakan sebagai sesuatu yang sakrral sehingga segala prosesnya tak hendak untuk ditolak. Kenyataannya memang cinta sulit ditolak hadirnya dan hakikatnya begitu sulit untuk disangkal dari urat nadi manusia karena cinta adalah anugerah terindah yang diberikan oleh Sang Pencipta.

Puisi adalah karya sastra indah yang bersifat imajinatif bahkan konotatif, bahasa puisi lebih memilki banyak kemungkinan makna. Hal ini disebabkan karena terjadinya konsentrasi atau pemadatan segenap kakuatan bahasa di dalam puisi. Struktur fisik dan struktur batin puisi yang sangat padat bersenyawa secara padu bagaikan gula dalam larutan kopi. Tak seperti puisi lainnya, puisi sunda sangat merangsang saya untuk tak sekedar “mencicipi” keindahannya, mengagumi dan bahkan ada hasrat untuk membuat sendiri, sayangnya keterbatasan saya tentang bahasa sastra sunda (padahal abdi urang sunda) menjadi kendala sehingga saya harus berlama-lama dalam memahami makna dari sebuah puisi sunda, padahal Chairil Anwar menyatakan, "carilah makna sampai ke akar kata!".
Rina cukup ahli dalam menggali dan menemukan bahasa-bahasa sastra sunda yang menurut saya sebagai orang sunda, sudah banyak tidak diketahui oleh generasi kita sekarang. Jalinan kata-katanya mampu memadukan kemanisan bunyi dengan makna  Bentuk fisik dan bentuk batin puisinya merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh menyaturaga tidak dapat dipisahkan dan merupakan kesatuan yang padu. Karyanya yang berjudul Ringkang Kalangkang terlihat sangat apik dan “Penuh” oleh bahasa-bahasa sastra tingkat tinggi dalam sastra sunda. Contoh pemilihan diksi dalam Puisi pendek karyanya dibawah ini menunjukkan kemampuannya dalam merangkum rasa dan kata dengan lengkap.

GALURA RASA
(Rina Fitriati)
Bedah deui ieu cimata,leuwih rongkah batan harita
Runtag deui ieu rasa,kasaput halimun tohaga
Kandeg deui ieu lengkah,naratas rumpilna satapak
Caah rongkah jero dada,malidkeun galura rasa,nu geus nyanding,ngajirim ti mangsa ka mangsa.
Besar kemungkinan pemenuhan rasa dan kata yang rangkai oleh Rina berasal dari pengalaman pribadinya, seperti juga penyair fenomenal Kahlil Gibran yang sangat dipengaruhi oleh pengalaman keluarga, masa kecil dan cintanya telah melahirkan puisi-puisi besar yang sarat makna dan rasa. Puisi yang berbasis pengalaman membuat syairnya begitu dekat dengan rasa pecintanya. Cinta, kesedihan, persahabatan yang universal menjadikan karyanya tak bersekat dan tak hanya bisa dinikmati oleh pihak tertentu saja.


“Jangan menangis, Kekasihku… Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama dalam cinta. Hanya dengan cinta yang indah… kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan” (Kahlil Gibran)

Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar