Rabu, 05 Oktober 2011

Benarkah Al Ghazali penyebab kemunduran ummat?




Alghazali sangat terkenal didunia islam maupun dunia barat (Algazel), didunia islam beliau dijuluki “Hujjatul Islam”, Bapak Ahli Tasawwuf” dsb, namun banyak pula ahli fikir islam yang menganggap ghazali sebagai penyebab kemunduran ummat islam, Buya Hamka, misalnya, hampir mengatakan dengan jelas bahwa penyebab kemunduran umat Islam adalah al-Ghazali. Harun Nasution pun menuduh al-Ghazali demikian, karena dia lebih menekankan pentingnya intuisi daripada rasio. Saya akan coba membahas kenapa ghazali dihujat dan kenapa saya menentang pendapat tersebut.
Pada masa ghazali terdapat persaingan antara ulama, filsuf, dan para sufi, untuk menguraikan dpktrin dan hukum secara penuh, untuk menangkap pola dan prinsip alam semesta, dan mengembangkan teknik mencapai kesatuan pribadi dengan Allah. Alghazali sangat cerdas, da mengalahkan kaum filsuf dengan menghirup, menyerap ilmu filsafat dengan baik, menjelaskan, meluruskan dan mejungkirkannya, orang-orang yang membaca maqasid alfalasifah akan lebih mengerti tentang fikiran aristoteles dari penjelasan alghazali, beliau menguasai logika dengan sempurna, meluruskan penjelasan tersebut dan menyikat habis pendapat kaum filsuf dengan buku tahafut alfalasifah (ketidaklogisan para filsuf). Alghzali membongkar pendapat para filsuf seperti halnya kausalitas. Dalam hal kausalitas al-Ghazzali menerima prinsip kausalitas, tapi menolak kepastiannya. Sebab, katanya, jika kausalitas itu mutlak pasti, berarti Tuhan tidak memiliki kehendak dan kuasa terhadap alam ini. Dalam teori al-Ghazzali, Tuhan berkehendak tapi kausalitas tetap ada. Kehendak Tuhan pun bukan semena-mena dan tidak akan merusak konsep ilmu. Kita pun tahu saat inipun kausalitas alam semesta ini masih menyimpan faktor X, tidak tahu secara pasti sebab atau akibatnya, kecuali Tuhan. Kritika al-Ghazzali terhadap kausalitas bahkan diadopsi Malebranche dan David Hume. Tapi mereka menghilangkan faktor Tuhan sehingga menjadi sekuler.
Karena jasanya Ghazali diangkat menjadi kepala universitas Nizamiyah di Baghdad, seperti yale university di abad pertengahan islam, tetapi kemudian al ghazali mempunyi masalah, dia adalah makhluk religious yang autentik, dia sudah mendapatkan segalanya, namun dia merasa belum merasakan kehadiran Allah (Ketidakpuasan serupa yang melahirkan tasawuf), Ghazali mengalami krisis ruhani, ia mengundurkan diri dari jabatannya , membagikan semua hartanya, meninggalkan teman-temannya dan pergi ke pengasingan.
Ketika keluar dari sana beberapa bulan kemudian, dia menyatakan bahwa para ulama benar dan kita harus mengikuti aturan, tetapi kita tidak dapat mencapai Allah hanya dengan ibadat dan syariat semata, kita perlu membuka hati, dan hanya para sufi yang tahu cara membuka hati. Ghazali kemudian menulis buku penting lagi yaitu kimiyya al saadat (Kimia kebahagiaan) dan ihya ulumuddin, dalam kedua buku itu ghazali berhasil memadukan teologi ortodoks dengan tasawuf dan menjelaskan bagaimana syariat cocok dengan tarekat.

Para pendukung Rusyd berpendapat bahwa Justru dunia Barat yang menyambut Ibn Rusyd itu dengan penuh antusias. Sehingga kelak, setelah karya-karya Ibn Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, dan menggoncangkan Eropa, maka ada istilah Latin “Averoisme”. Itulah yang membuat Eropa bangkit menjadi lebih rasional dan kemudian menuju kepada Renaisans yang melapangkan jalan bagi Aufklarung dan kemudian Zaman Modern.Seperti dalam buku Epistemologi Islam Skolastik (IAIN Walisongo Semarang dan Pustaka Pelajar, 2007), yang ditulis seorang guru besar dalam pemikiran Islam:
”Apa yang ditampilkan Ibn Rusyd dan kawan-kawannya disikapi dengan cermat oleh orang-orang Barat, sehingga muncullah aliran Aviroisme sebagai cikal bakal tumbuh berkembangnya Skolastik Latin. Dia menghantarkan budaya ilmiah Barat ke pintu gerbang kemajuan, kreativitas dan langkah-langkah inovatif yang selalu beriringan muncul terus tanpa henti. Akibatnya dunia Barat sebagai penemu kreasi-kreasi baru, tiada hari tanpa penemuan-penemuan baru. Berbeda halnya dengan kondisi di dunia Timur (dalam hal ini khususnya dunia Islam), tidur panjang (tanpa nglilir)  yang mereka lakukan, setelah mereka (barangkali) merasa puas dengan temuan-temuan para tokohnya di masa lampau...” (hal. 164-165).

Pendapat bahwa barat maju karena ibnu rusyd dan islam mundur karena ghazali adalah tidak berdasar, Kajian-kajian ilmiah yang serius menunjukkan, kemajuan Barat di dalam bidang sains dan teknologi justru tidak ada kaitannya dengan pemikiran Ibn Rusyd (averroisme), Hampir semua tulisan barat mencopot pendapat-pendapat kaum muslim (saya akan bahas hal ini dalam tulisan khusus). Dalam buku-bukunya Ghazali malah berfikir integratif:”Semua ilmu rasional adalah religious dan semua ilmu agama adalah rasional”. Buktinya sains dalam Islam, khususnya Astronomi tidak terpengaruh oleh Tahafut dan masih terus berjalan hingga abad ke 15. Empat abad setelah Tahafut al-Ghazzali terbit. Karya-karya dan pusat studi sains Ibn Shatir di Maragha masih berjalan. Lagi pula politik, ekonomi dan pendidikan umat Islam mundur bukan karena kritik al-Ghazzali.
Ghazali berpendapat bahwa tujuan akhir manusia adalah kebahagiaan dan kebahagiaan hanya dapatdicapai dengan:
  •  Amal dan latihanberat dalam memurnikan jiwa dan menumpas syahwat yang menjadi kebanggaan manusia.
  • Ilmu pengetahuan sebagai jalan untuk meningkatkan kesempurnaan dan keutamaan.


Justru karya Ghazali mendorong Kebangkitan umat Islam di masa Perang Salib terbukti tidak lepas dari peran seorang ulama bernama Syekh Ali al-Sulami dan Imam al-Ghazali. Posisi al-Ghazali dalam Perang Salib menjadi jelas, setelah diterbitkannya Kitab al-Jihad karya Ali al-Sulami, imam di masjid Ummayyad Damascus, dan tokoh perumus serta  penggerak jihad melawan tentara Salib. Dalam naskah Kitab yang diringkas oleh Niall Christie,  al-Sulami banyak mengutip ucapan Imam al-Shafi‘i dan al-Ghazali tentang jihad.
Diantaranya, al-Ghazali menyatakan, bahwa jihad adalah fardu kifayah. Jika satu kelompok yang berjuang melawan musuh sudah mencukupi, maka mereka dapat berjuang keras melawan musuh. Tetapi, jika kelompok itu lemah dan tidak memadai untuk menghadapi musuh dan menghapuskan kejahatannya, maka kewajiban jihad itu dibebankan kepada negara terdekat.
Jadi tak ada bukti sama sekali bahwa Ghazali menjadi penyebab kemunduran ummat islam, justru ummatlah yang mulai meninggalkan ajarannya, ecara umum penyebab kemunduran umat Islam karena umat Islam meninggalkan ajaran agama mereka. Dengan kata lain, sikap dan perilaku umat Islam jauh dari nilai-nilai al-Quran. Muhammad Abduh pernah berkata, “wajatul islama fi baris, falam ajid al-muslim,Wawajadtu al-muslima fi mishr, falam ajid al-islama” (Saya menemukan Islam di Paris, tapi tidak ada muslim. Dan saya menemukan Muslim di Mesir tapi tidak menemukan Islam). Ini adalah kritik yang diungkapkan oleh Abduh bahwa kita yang mengaku Muslim belum melaksanakan ajaran Islam sepenuhnya.
Pengacuhan terhadap nilai-nilai al-Quran adalah faktor utama kemunduran umat Islam. Menurut Ibnu Taimiyah, orang yang mengacuhkan al-Quran adalah mereka yang tidak membaca al-Quran, membaca al-Quran tapi tidak mentadaburinya, serta membaca dan mentadaburi al-Quran tapi tidak mengamalkannya. Dr. Ahmad Amin dalam bukunya “Islam Sepanjang Zaman” menyatakan bahwa penyebab kemunduran Islam antara lain disebabkan hilangnya ruh Islam dalam sikap dan perbuatan umat Islam. Agama Islam ibarat tubuh tanpa nyawa karena umat Islam tidak mengamalkan ajaran Islam seperti yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Tidak dapat dipungkuri lagi bahwa runtuhnya kejayaan Islam bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan Islam (khilafah) dan penjajahan yang dialami negeri-negeri Muslim. Bernard Lewis dalam “What Went Wrong? Western Impact and Middle East Response” melihat keruntuhan khilafah dan kemunduran umat Islam itu banyak disebabkan oleh persoalan internal umat Islam, seperti kecenderungan penguasa korup yang lebih mementingkan uang dan kekuasaan, serta perpecahan di kalangan umat Islam.
Kita lihat pula kemajuan teknologi di barat ternyata malah menjauhkan mereka dengan agama dan mengagungkan akal sebagai acuan dan bukan wahyu, dapat kita bayangkan seandainya Al Ghazali tidak muncul menyelamatkan para ulama saat itu, bisa jadi arah perkembangan iptek islam yang didasari filsafat akan membuat islam ditinggalkan, saya baca dari beberapa buku sebagian ummat kita di fakultas psikologi universitas islam mulai mengarah ke hal tersebut, seperti kalimat daerah bebas tuhan, atau mempertanyakan keagungan Tuhan berdasarkan akal semata, itu merupakan cermin betapa berbahayanya efek dari filsafat yang keliru. Beberapa kelompok yang menyatakan liberalis dan mengadopsi pendekatan barat juga sebenarnya belum kedengaran prestasinya selain mencomot sumber-sumber non muslim atau sumber muslim yang sefaham berargumen, sejauh ini kita belum menemukan orang muslim yang karyanya sedahsyat Al Ghazali, bisa jadi salah satu diantara kita mengikuti jejaknya.

2 komentar:

  1. Maaf ada tulisna fakultas psikologi diatas, maksud saya fakultas filsafat

    BalasHapus
  2. Yg anda cantumkan sebenarnya salah, barat tetap memgambil ilmu dr dunia islam di andalusia, salah satunya ibnu rushyd, justru tasawwuflah pemghancur islam disana dgn kesalahan terbesarnya syirik kpd kuburan yg biasa diamalkan oleh orang2 sufi..

    Saya kasih contoh :
    1.Ibnu Arabi adalah sufi besar dr amdalusia, sejak pahamnya menyebar di andalusia, sejak saat itu islam mulai runtuh satu persatu akhirnya terusir selurunya dr andalusia, hal ini sangat berbeda jauh di jaman raja Abdurahman Ad Dakhil yg berpehaman salaf jauh dr sufi, dimana jaman beliau umat islam amdalusia mencapai titik puncaknya

    2.Al Ghazali adalah sufi terkenal dr baghdad atau khalifah abbasiyah, sejak paham beliau menyebarkan pahamnya tasawwuf ke penjuru wilayah khalifah, umat islam mundur sampai umat tdk bisa bangkit lg dihancurkan jenghis khan, justru ulama rabbani yaitu ulama yg sebenarnya yaitu Ibnu Taimiyah justru dimusuhi oleh khalifah dan lbh melilih tasawwuf drpd pemahaman salaf, hal ini berbeda jaman Harun Ar Rasyid yanga mana dijaman beliau adalah paham salaf yg mana guru beliau adalah imam Ahmad bin Hanbal, dimana waktu itu umat mencapai titik puncak kegemilangan, bahkan dijaman beliau ditemukan algoritma dg penemunya al kahawarizmi

    3.Khalifah Utsmaniyah runtuh krn dlm tubuh kerajaannya telah berpemahaman sufi, yg mana sultan waktu itu memerangi dakwah salaf di haramain dgn ulamanya Muhammad bin abdul Wahhab dgn pemdukunya Muhammad bin saud, begitu jg dg Syarif Husein penguasa mekkah waktu itu, sangat kental pemahaman sufinya sampai2 kuburan di kota Mekkah dibangun bangunan mewah, yg mana kedua gol tsb diperangi oleh Muhammaf bin saud yg berpehaman salaf, akhirnya Allah memenangkan bani Saud dan meruntuhkan dua golongan lainnya yg berpehaman sufi

    Saya tdk mau berargumen, tp sejarah sndri yg mengatakan artikel yg anda sebutkan diatas salah, justru safi tasawuf lah yg membuat umat islam mundur

    BalasHapus