Rabu, 19 Oktober 2011

Gener@$! aL@Y


Oleh: Irman Musafir Sufi
Suatu kali saya pernah mendapatkan sms dari seseorang yang sisnya begini: l@g di m@n? p@ k@baR? Saya cukup kesulitan pada awal membacanya, kemudian teman dikantor banyak juga yang menggunakan istilah yang saya kadang Tanya apa maksudnya seperti ababil (abg labil), rempong (repot), lebay (berlebihan), dugem (dunia gemerlap), biasanya tulisan aneh di sms tadi menyebar dikalangan ABG, SMP dan SMU, sementara singkatan-singkatan ganjil tadi biasanya umum bahkan ibu-ibu dikalangan kelas menengah atau berkarir juga menggunakannya. Itulah fenomena yang disebut generasi ALAY, nah darimana lagi tuh kata ALAY? Temen saya bilang it dari asal kata Anak Layangan, tapi ada yang bilang juga Ah Lebay, entah mana yang benar.
Saya masih ingat masa remaja dulu ada bahasa yang dipopulerkan oleh Debby Sahertian namanya bahasa Prokem, sampai-sampai dulu ada kamusnya, bahasanya mungkin sebagian orang masih ingat seperti, akika mawar tinta, (aku tidak mau) ember bocor (emang bener), titi DJ (hati-hati dijalan), pewe (posisi wuenak), lemot (lemah otak), gazebo (ga jelas bo)saya sendiri lebih melihat bahasa tersebut dipakai oleh kalangan yang kebanci-bancian (he he mungkin saya salah). Fenomena seperti ini bagi generasinya mungkin terkesan cool dan menjadi trendsetter, maka yang tak menggunakannya dianggap ga agul, norak, kampungan.
Saya pernah juga melihat beberapa photo ABG, bahkan mungkin dikantor sendiri yang sedikit berlebihan, senang diphoto dengan aneka warna, dan mulut dimonyongkan, haduhh bagi orang tua seperti saya (waduhh tua banget gue, ntar dikatain jadul nih) fenomena ini bikin terkaget-kaget, kita jadinya merasa teralienasi dalam komunitas sehingga ujung-ujungnya harus blending alias ikut minimal memahami bahasa dan perilaku mereka.
Dalam keseharian kita, bahkan dikampung, sering kita melihat anak ABG dengan handphonenya terkoneksi dengan facebook, twitter dan jejaring social lainnya secara online, dijakarta sendiri saya lihat dimall-mall para ABG nongkrong pada bawa ipad, laptop memanfaatkan wifi gratis ataupun bawa modem sendiri dan saling terkoneksi secara online, para ABG berkumpul di sebuah tempat potong rambut terkemuka dan meminta gaya rambut gossip girl atau lady gaga yang sayapun baru mendengar karena yang biasa saya dengar gaya rambut cepak berapa senti, atau spike dsb, tak jarang hairdressernya sendiri masih bingung, jika itu terjadi si ABG langsung mengeluarkan ipadnya, browsing dan menunjukkannya kepada si hairdresser dan mulailah hairdresser mengangguk angguk.

Didalam busway jarang kita lihat orang mengobrol, rata-rata santai dengan earphone dikepala mulai dari ABG sampai bapak-bapak (earphone sudah dijual di pinggir-pinggir jalan dengan harga sangat murah tidak seperti jaman saya dulu mahal), atau mereka asik dengan gadgetnya, ada yang asik berfacebookan dan bertwiteran sehingga posisi mereka dekat bahkan berdempetan tapi hati dan konsentrasinya terkoneksi ke tempat yang sangat jauh bahkan luar negeri. Itulah potret kecil remaja kelas menengah Jakarta yang menurut Reynald Kasali adalah bagian dari Gen C, tidak dibatasi usia yang penting berada ditengah-tengah teknologi digital. Menurut Dan Pankraz, C bisa berarti content, connected, digital creative, cocreation, customize, curiousity, cyborg, cyber, cracker bahkan chameleon (bunglon), maksudnya bunglon disini adalah cepat berubag karena terkoneksi seluruh dunia maka tiap saat ada perubahan trend mereka berubah, constantly changing, persis kayak bunglon. Kita sering lihat ada ABG menggunakan kacamata pink, bajunya pink, tasnya pink semuanya serba pink, saat saya kerja di airlines saya pernah melihat beberapa teman rambutnya diwarna warni ada yang merah, hijau, kuning bahkan gaya Mohawk, katanya trend. Yang lucu saat saudara saya menikah ada kerabat saya anak SMP yang pakai celana polkadot ngatung (kurang panjang), kemeja garis besar kerah besar dan pakai dasi, tapi seolah tak peduli dengan suasana dan sangat percaya diri nongkrong ditempat kondangan. Banyak hal yang bikin kita terkaget-kaget dan bertanya, mau dibawa kemana sebenarnya kita oleh zaman?
Zaman koneksi digital ini juga membentuk komunitas sendiri seperti blackberry messenger, facebook, twitter, mailinglist dimana mereka membentuk komunitas tertentu yang mereka sukai, seperti komunitas para pasien yang membicarakan fasilitas rumah sakit dan para dokter, karena koneksi mereka dan saling tukar informasi maka munculah asumsi dokter kita kurang bagus, rumah sakit kita mahal maka berbondong-bondonglah mereka berobat di singapura atau Malaysia, demikian juga pendidikan, dari komunitas mereka tahu bahwa di India kuliah aja hanya 6 juta rupiah ditambah dosennya jago-jago, di Malaysia dan singapura kualitas ajaran dan failitas kuliah bagus dan murah sementara diindonesia buruk dan mahal maka berlarianlah mereka ke negeri jiran, dan para dokter serta akademisipun kaget seperti terkagetnya saya.
Itulah mungkin fenomena jaman, jaman dapat saja membawa kita kemana-mana baik kearah kebaikan atau keburukan baik kearah manfaat atau mudhorot tergantung kita yang menentukan, maka ada baiknya kita perlu memilah perkembangan zaman mana yang baik untuk kita ikuti dan mana yang buruk untuk kita hindari, banyak juga perkembangan zaman yang baik seperti handphone dimana para tukang sayur, tukang baso dapat order dari sms, anak muda yang berbisnis melalui internet dsb tapi ada juga yang tidak baik seperti penipuan sms, ataupun hacker rekening baik melalui internet. Kita sebagai orang yang tua (kakek-kakek jadul) cuma sebatas memahami perkembangan jaman tanpa perlu mengikuti semuanya dan memberikan penjelasan kepada generasi muda kita mengenai pilihan baik dan pilihan buruk. W@llahu’aL@M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar