Minggu, 16 Oktober 2011

Hunting photo batu kapur and touching dikit


Oleh: Irman Musafir Sufi
Saya akan menceritakan pengalaman saya melakukan sedikit percobaan touching sederhana dengan photoshop, temen saya sebenarnya melarang saya mengedit photo jika belajar jadi photographer, masalahnya ternyata dari buku dan majalah proses akhir touching itu selalu dilakukan untuk mendramatisir suasana, karena saya memang lagi belajar photoshop abis-abisan maka sekalian saya coba hunting photo dan di edit, awalnya saya tertarik dengan pemandangan gunung kapur. Gunung Kapur tersebut tidak terlalu jauh dari rumah saya, letaknya di jalan ke arah pelabuhan ratu, kebetulan jalan yang melewati tebing dapat melihat dengan jelas gunung kapur yang sudah dibongkar sana sini, pemandangan yang unik karena dibawah gunung kapur yang berdiri bagai sebongkah batu besar ada aktifitas tukang batu kapur serta truk-truk yang terlihat begitu kecil dibandingkan bongkahan gunung tersebut, coba anda perhatikan photonya, sangat mengesankan.
Batu-batu dibongkar dari gunung oleh para pekerja, kemudian batu tersebut diangkut oleh truk jadul (mirip truk jaman orde lama) yang jarang kita lihat, entah sparepartnya masih ada atau tidak, imajinasi saya tentang truk itu adalah seperti di film-film thriller barat dimana truk tua digunakan oleh psikopat, akhirnya muncul ide untuk memotret truk dengan kesan dramatis, dari browsing di internet ada saran kesan dramatis dengan sentuhan HDR, saya coba otak atik sedikit, lumayan kesan sangarnya kelihatan meski si kecil berpose manis didepannya. Si Zeyad bilang kayak truk hantu di film-film.

Truk kemudian membawa batu kapur ke tungku perapian besar untuk dibakar, para pekerja dengan semangat menghancurkan bongkahan batu-batu tersebut, kemudian sebagian mengangkutnya ke atas perapian melalui tangga yang terbuat dari bambu dan kayu, kesan kuat pekerjaan yang berat dibawah terik matahari yang menyengat, namun para pekerja dengan ikhlas dan semangat menjalani perannya masing-masing, saya tidak terlalu melakukan touching untuk gambar para pekerja hanya mengatur contrast serta sharpennya, hasilnya ya sesuai dengan temanya, baru belajar. Tapi malah kesan kemiskinan dan penderitaan hidup yang muncul :).
Seekor kucing yang nongol di sekitar rumah penduduk juga tak luput dari jepretan, warnanya yang tidak keluar akhirnya dikotak katik dikit dengan efek retro color lumayan jadi lebih menggairahkan (apaan coba? Hi hi), kucingpun dengan anggunnya berpose sukarela tanpa busana (emang kucing pake busana? Dasar otak porno huahaha), dengan mentouch gradient merah dan hijau warna jadi lebih cemerlang. Sebenarnya kita bisa atur wilayah ketajamannya dengan eraser, jadi sebagian bisa kita buat blur, untuk tempat tertentu seperti mata, hidung, kuping, mulut bisa lebih tajam. Tapi akhirnya saya pertegas keseluruhan supaya terlihat merata.

Oh ya lupa malam sebelumnya saya mencoba memotret dalam kondisi gelap kayak distudio gitu, yang jadi masalah adalah lightingnya karena saya belum punya lampu studio, saya coba menggunakan senter hasinya ga bagus, coba pake neon eh malah terang, pake blitz juga ga mungkin, akhirnya muncul ide pake lilin sebagai lighting, ternyata cahaya lilin cukup ampuh memberikan lighting samping yang apik, sikecilpun saya minta menunda tidurnya dan berpose dulu di ruangan gelap dengan cahaya lilin, ternyata hasilnya ga kalah dengan lampu studio, anda bisa mencobanya juga. Pada akhirnya memang muncul kekurangpuasan karena hasil akhir bukanlah hasil jepetan kamera, tantangannya justru bagaimana membuat jepretan yang apik tanpa harus diedit atau kalau dieditpun dikitlah, makanya saya salut sama tukang potret jaman dulu yang ga bisa diedit, jadi hasilnya harus benar-benar bagus. Pengaturan ISO, white Balance, Shutter speed, bukaan dsb yang benar-benar tepat sesuai tujuan, semoga dengan proses belajar yang konstan lama-lama bisa tercapai. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar