Selasa, 18 Oktober 2011

KESELAMATAN DAN KESALEHAN


Oleh: Irman Musafir Sufi
Rasulullah bersabda dalam hadis Ibnu Hajar Al-Asqalani, “Ada dua hal yang tidak ada sesuatupun yang lebih utama daripadanya yaitu iman kepada Allah, bekerja untuk kepentingan kaum muslimin; dan ada dua hal yang tidak ada sesuatupun yang lebih hina daripadanya yaitu syirik kepada Allah, mencelakakan kaum muslimin”. Hadis tersebut memberikan gambaran bahwa ada dua hal penting yaitu: Sisi keimanan dan sisi keumatan, keimanan memusatkan keshalehan pribadi yaitu hubungan pribadi dengan sang khalik (habluminallah), sedangkan keumatan memusatkan kesalehan social yaitu hubungan pribadi dengan umat (habluminannas), jadi jelas orientasinya adalah kebaikan pribadi dan kebaikan social. Kedua hal tersebut penting karena menjamin keselamatan seorang muslim baik didunia dan diakhirat.
Yang menarik disini adalah banyak yang mengasumsikan urusan dunia dan akhirat secara keliru, asumsi bahwa kita harus memilih urusan akhirat maka duniawi akan menyusul adalah benar, yang keliru adalah pemahamannya mengenai apa itu urusan dunia dan apa itu urusan akhirat, orang selalu berfikiran bahwa urusan akhirat adalah rajin ke masjid, tekun beribadah, rajin sholat, rajin puasa, tetapi urusan hubungan masyarakat, kemiskinan, ketidakadilan adalah urusan duniawi, sangat keliru Karena dari hadis diatas bahwa keduanya adalah sama-sama urusan akhirat. fakta dilapangan justru kadang-kadang berbeda, banyak orang yang sangat tekun beribadah, rajin ke masjid tetapi tidak peduli masalah social seperti tetangganya yang miskin, membangun masjid dengan biaya milyaran dan sangat indah, tetapi masyarakat sekitar hanya jadi tukang parker atau calo. Disisi lain banyak juga yang baik secara social, menyumbang untk acara-acara social atau keagamaan, menyumbang anak yatim, membagikan sembako tetapi kehidupan pribadinya jauh dari kesalehan, gaya hidup glamor, jarang ke masjid.
Kita bisa lihat orang-orang dimasjid banyak yang rajin beribadah, jujur dalam memelihara masjid tetapi programnya hanya sampai acara masjid, sementara sekitar masjid kehidupan masyarakat seperti terasing dan tak peduli masjid, sepertinya pola pikir kita tentang keshalehan itu harus diubah, bahwa shaleh bukan hanya rajin sholat, rajin puasa saja tetapi juga peduli terhadap sesama dan kemajuan umat adalah sama nilainya karena muslim harus menjaga keseimbangan tersebut. Jika tahap kesalehan pribadi sudah dibentuk, yang paling sulit justru tahap kesalehan sosialnya seperti peduli akan kemiskinan dan ketidakadilan. Jujur saja saat ini banyak kelompok yang mengatasnamakan kemanusiaan, mengaku humanis, pluralis, peduli wong cilik, tetapi sayang pandangan sekulernya sangat kental dan tidak peduli akan internal ummat sendiri apalagi hal-hal menyangkut peribadatan karena asumsi sekulernya menilai bahwa ibadah urusan pribadi saja, sebaliknya banyak juga yang kita lihat sangat khusuk beribadah tetapi tidak menunjukkan kepedulian akan sesama bahkan mengarah ke fundamentalis, cenderung memaksakan kehendak sendiri.
Secara kasat mata kita bisa lihat ketika seseorang diserahi tugas mengurusi dana masjid maka dia bisa sangat jujur, tetapi ketika diserahi tugas mengurus proyek ternyata bisa tidak jujur seolah-olah dana masjid diawasi Allah tetapi dana proyek tidak diawasi Allah.
Masalah sosial sangat penting karena ini menjadi penopang iman, kita ingat ada hadis mengatakan bahwa fakir akan mendekati kekufuran, maka imanpun dapat goyah dengan kondisi ekonomi seseorang, karena itu dianjurkan umat islam itu kaya atau berkecukupan untuk berbagi bukan untuk pribadi saja. Saya melihat juga banyak para da’I, mualim di desa-desa yang sangat rajin beribadah tetapi sayang secara ekonomi miskin sehingga tidak menjadi contoh, bayangkan ketika dia berbicara mengenai doa apa saja yang bisa menghindarkan diri dari kemiskinan atau penarik rejeki sementara kelakuan dia sendiri sering ngutang dan lupa bayar hanya akan jadi cemoohan, atau jika dia menganjurkan untuk menghindari keburukan sementara anaknya pada saat adzan berkumandang masih menyanyi dengan gitarnya digang depan masjid, Ironis sekali hidup ini, ada yang berusaha mati-matian menyelamatkan kualitas ibadah pribadi tetapi secara social terabaikan, ada juga yang mati-matian mengejar materi tetapi ibadah terabaikan, koar-koar berjuang untuk kebaikan ummat tetapi tertangkap kamera lagi buka gambar porno, apakah dengan ini kita bisa selamat?
Karena itu marilah kita rubah paradigma mengenai kesalehan, bahwa kesalehan harus seimbang antara kesalehan pribadi dan kesalehan social, kesalehan pribadi menekankan aspek keimanan terhadap Allah SWT, dengan keimanan yang kuat maka muslim akan bersikap tegar dan tegas terhadap permasalahan hidup sehari-hari dan tak pernah putus asa dan selalu optimis. Kesalehan social  yang menyangkut hubungan pribadi dengan umat seorang muslim akan didorong untuk lebih peduli terhadap persoalan social yang dihadapi umat.
Bagaimana caranya supaya bisa selamat dan mampu mengimplementasikan kesalehan secara pribadi dan social? Coba and abaca doa selamat, Allahuma innaa nasa’aluka salamatan fidiin, waafiyatan fil jasadi  waziyadaatan fil ilimi……dst, masih ingat? Terjemahannya seperti ini:
“Ya Allah sesungguhnya kami memohon pada-Mu keselamatan dalam agama, kesehatan jasmani, bertambah ilmu pengetahuan, rezeki yang berkah, diterima tobat sebelum mati, mendapat rahmat ketika mati dan mendapat ampunan setelah mati. Ya Allah, mudahkanlah kami pada waktu sekarat dan selamatkanlah kami dari api neraka serta kami mohon kemaafan ketika dihisab”.
Dari doa diatas jelas-jelas bahwa ada empat hal penting yang harus diperhatikan kaum muslim, yaitu: agama, kesehatan, ilmu pengetahuan, dan urusan rezeki. Karena itu umt islam harus beriman, sehat, pintar dan kaya atau berkecukupan, ada yang bilang rasulullah miskin, siapa bilang? Lihat sedekah yang diberikan rasulullah sangat banyak, kita harus mampu membedakan antara zuhud dan miskin, zuhud bukan berarti suka kemiskinan dan anti kekayaan, zuhud adalah pola hidup sederhana yaitu mempergunakan kekayaan secukupnya. Saya ambil contoh Khalifah Abu Bakar, anda tahu bahwa khalifah abu bakar terkenal karena sifat zuhudnya, tetapi anda tahu tidak berapa gaji Abu Bakar sebagai khalifah?
Gajinya sebagai khalifah adalah seekor domba setiap hari ditambah 300 dinar setahun, Jika dikonversi kedalam rupiah maka gajinya kira-kira adalah:
Rp. 1 juta x 30 x 12 =         Rp. 360.000.000
Rp. 1,6 juta x 300 dinar = Rp. 480.000.000 (asumsi 1 dinar 4 gram emas)
Total setahun                       Rp. 840.000.000
Sehingga perbulannya sekitar 70.000.0000 rupiah
Jumlah tersebut tidak terlalu besar dibandingkan gaji presiden SBY, tetapi juga tidak kecil bagi kita, tetapi Khalifah umar hanya menggunakan mungkin beberapa juta gajinya untuk makan dan pakaian berbahan kasar untuk dia dan keluarganya, sisanya dia berikan untuk urusan ummat, sampai-sampai ketika beliau meninggal yang tersisa hanya:
-       Seekor keledai yang digunakan untuk mengangkut air
-       Sebuah tong besar untuk memerah susu
-       Sehelai baju untuk menerima utusan
Dan hal ini membuat Siti Aisyah menangis, Subhanallah!!!!! :( :( :(

Tidak ada komentar:

Posting Komentar